HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Kamis, 27 September 2012

Menangkap Pesan Hantu di Urutsewu


Ada hal yang menggelitik pada acara peringatan Hari Tani Nasional, 24 September 2012 lalu di desa Wiromartan, Mirit. Belasan boneka “hantu sawah” dibuat dan dipasang petani Urutsewu di seputar posko tepian Jl. Daendels dengan beragam bentuknya. Aksi pada hari itu, sepi dari liputan media. Dan hanya sedikit warga yang memotret pemasangan ini. Lalu-lalang pengendara hanya sekilas menoleh kegiatan yang tak biasa ini. Namun beberapa pengemudi mobil memperlambat laju kendaraannya sembari mengacungkan ibu jari ke arah kerumunan petani. Ternyata kegiatan serupa juga dilakukan dua desa lainnya, Tlogodepok (Mirit) dan Kaibonpetangkuran (Ambal).
Saat dikonfirmasi di sela aksi unik ini, beberapa petani menjelaskan bahwa semua telah direncanakan empat hari sebelumnya. Tak lain sebagai respons lanjutan atas pernyataan fihak perusahaan tambang pasirbesi yang akan kembali memulai kegiatan operasionalnya. Reaksi pertama telah diwujudkan oleh para petani dengan mendirikan posko penolakan tambang di empat titik. Berikutnya dengan memanfaatkan momentum Hari Tani, pemasangan “medisawah” atau boneka hantu sawah ini seakan untuk meyakinkan semua orang, bahwa penolakan terhadap masuknya korporasi tambang pasirbesi di wilayah pesisir Urutsewu ini adalah final. Seperti ditulis “Tolak Tambang Besi = Harga Mati”.
Diakui pula bahwa pilihan memasang hantu sawah di tepian jalan beraspal yang melintasi desa-desa pesisir Urutsewu ini, lebih dari perlawanan simbolik semata. Setelah berbagai aksi protes dan penolakan dilakukan selama ini tak membuahkan hasil, maka pemasangan hantu sawah ini seakan membangkitkan momok dari sawah lalu membariskannya di tepian jalan. Agar semua orang dapat melihat dan membaca serta memahami persoalan di balik semuanya.
Kemarahan Inspiratif
Secara tradisional, medi-sawah sering dipakai petani untuk mengusir kawanan unggas burung atau hewan pengganggu tanaman petani lainnya, dengan cara digerakkan tali disertai suara-suara buatan bernada menghalau. Cara menggerakkan boneka hantu ini bisa juga dengan memanfaatkan tiupan angin yang biasanya lebih kencang pada bentangan lahan terbuka. Mengusir pengganggu tanaman, begitulah manakala boneka ini dipasang di bentangan sawah. Lalu ketika banyak medi-sawah ini dipasang petani berjajar di tepi-tepi jalan raya: apa makna di dalamnya ?
Ya, intinya tetap sama; seperti diituturkan petani, menghalau apa dan siapa saja yang bakal dan telah mengganggu petani. Semua orang mengiyakan ini sebagai tujuan bersama. Lalu dilakukan bersama-sama. Menolak penambangan pasirbesi di kawasan pesisir selatan yang popular disebut kawasan Urutsewu ini. Penolakan ini sama dan sebangun dengan petani Urutsewu di desa lainnya yang menolak kawasan pesisir dipakai sebagai ajang latihan perang dan ujicoba senjata berat. Bahkan dengan alasan kepentingan Negara yang didalihkan sebagai kawasan pertahanan keamanan sekalipun.
Betapa pun kerasnya protes dilakukan selama ini, namun ketika pemerintah melegitimasi pemanfaatan kawasan tradisional agraris ini untuk aktivitas non-pertanian; kemarahan sosial menjadi layaknya bara dalam sekam. Kemarahan inspiratif. Bahkan ketika petani berduyun kembali meninjau lokasi pertambangan, tak nampak ada ekspresi kecewa. Namun kegembiraan juga mengendap menjadi bayangan ganjil pada sosok-sosok boneka medi-sawah yang dipasang di tepian jalan raya. Dimungkinkan jumlah momok ini akan bertambah seiring malam yang menggetarkan harapan layup. Harapan ribuan petani yang menyadari bahwa yang dilakukan sekarang adalah pertaruhan masa depan…

Minggu, 26 Agustus 2012

Aksi.. Aksi.. Aksi.. Cara Rakyat !

Persis 1 bulan dari aksi terakhir USB di bulan suci lalu, hari ini aksi itu dilakukan di tengah keramaian libur berlebaran. Meski pun hanya dengan membentang spanduk, poster dan mendistribusikan selebaran disertai orasi dengan megaphone.  

Kamis, 26 Juli 2012

Perjuangan Masih Panjang (2)


UrutSewu Bersatu (USB)
Perwira, FMMS, Laskar Dewi Renges, Wong Bodho Duwe Karep, Paguyuban Masyarakat Mirit, Laskar Seloyudo, Laskar Wonodilogo, Sereus, IraQ, Korjasena, Brigade Parkir Setrojenar, Paguyuban Masyarakat Kaibon, Tangkur Sakti, dll
Sekretariat: Desa Wiromartan Rt.02-Rw.02, Kec. Mirit, Kebumen 54395 | CP: +6281328767619

Hal          : PERNYATAAN SIKAP

URUTSEWU BERSATU TOLAK PERDA RTRW KEBUMEN !!!

Pada hari ini, Jum’at, 27 Juli 2012, dan untuk ke sekian kalinya, kami warga dan petani dari kawasan pesisir Urutsewu Kebumen selatan; bergerak untuk melaksanakan kewajiban dalam membela dan memperjuangkan hak-hak mendasar petani. Bahwa ancaman perampasan sistematis atas tanah-tanah pesisir selatan telah sejak lama menjadi persoalan yang bermuara pada konflik agraria yang tak kunjung selesai. Kami menyadari penuh bahwa pertarungan kepentingan yang sejak lama mengancam kedaulatan kami; adalah bukan kepentingan kami sebagai rakyat dan petani yang sejak berabad lalu dan secara turun-temurun mendiami, menjaga dan merawat kesuburan serta kelestarian tanah-tanah pesisir.

Ada 2 kepentingan besar yang berdampak pada ancaman hilangnya hak-hak petani atas tanah-tanah, baik secara personal, adat ulayat, maupun hak-hak ekonomi sosial budaya (ekosob)  petani di kawasan pesisir selatan. Tanah yang sejak masa kolonial telah dikelola sebagai lahan budidaya pertanian, sebagai areal penggembalaan ternak, bahkan juga sebagai basis produksi untuk industri garam rakyat di masa sirat abad lalu; kini bakal terancam oleh 2 (dua) kepentingan yang secara manipulatif diakomodir untuk masuk dalam regulasi daerah bernama Perda RTRW Kab. Kebumen. Perda RTRW ini memuat 2 (dua) substansi yang sama sekali bertentangan, baik dengan visi-misi Kabupaten Kebumen maupun bagi pengembangan tradisi pertanian yang tengah dikembangkan petani Urutsewu. Penetapan kawasan pesisi Urutsewu sebagai kawasan hankam dan kawasan pertambangan, yakni tambang pasirbesi; jelas-jelas tidak sesuai serta bertentangan dengan kepentingan pertanian.

Sudah tak terhitung berapa kali petani Urutsewu melakukan aksi penolakan terhadap rencana ini. Baik dalam bentuk audiensi maupun aksi demonstrasi massa. Termasuk aksi massa yang secara khusus difokuskan untuk menolak Raperda RTRW. Regulasi ini nampak dipaksakan dan diskenario untuk memarginalisasi petani dari tanah-tanah pesisir yang menjadi kebutuhan dasar dan alat produksi utamanya. Kebutuhan ketersediaan lahan yang terus berkembang dari waktu ke waktu, dari masa ke masa; diabaikan begitu saja. Dan perjuangan berdarah para petani Urutsewu yang telah berkorban nyawa dan menjadi cacat sebagai dampak latihan TNI serta ujicoba senjata; tak pernah diperhitungkan apalagi mendapat santunan sebagaimana mestinya. Terakhir, kebrutalan TNI dalam Tragedi Setrojenar (16 April 2011) yang telah menembaki dan menganiaya petani serta merusak belasan sepeda motor; tak pernah jelas urusan dan tindakan hukumnya.

Belum lagi jelas penanganan persoalan yang melukai rasa keadilan sosial dan merendahkan nilai kemanusiaan ini, Bupati dan DPRD Kebumen merancang dan menetapkan Perda RTRW untuk melegitimasi dua kepentingan yang semuanya bertentangan dengan kehendak dan tuntutan petani Urutsewu.  Dua kepentingan itu adalah penetapan kawasan Urutsewu sebagai kawasan hankam untuk areal latihan TNI dan ujicoba senjata berat, serta kawasan pertambangan pasirbesi yang saat ini telah memulai aktivitas eksploitasinya karena memang telah diberi ijin oleh Bupati. Terhadap terbitnya ijin usaha pertambangan (IUP) ini, petani telah mendesak Bupati untuk mencabut kembali. Sedangkan terhadap pemanfaatan lahan pertanian untuk latihan TNI dan ujicoba senjata berat yang secara keras ditentang petani, dengan berbagai dalih, baik Bupati maupun DPRD tidak pernah mempedulikannya. Bahkan terhadap kedua kepentingan yang mengeksploitasi sumberdaya kawasan pertanian pesisir ini, baik Bupati maupun DPRD sama-sama  melegitimasikannya ke dalam Perda RTRW. Dengan kata lain, baik Bupati maupun DPRD tidak berpihak pada kebutuhan obyektif pengembangan pertanian.

Menolak Perda RTRW Kebumen

Perda RTRW ini akan dinyatakan berlaku selama 20 tahun (2011-2031) sebagaimana ketentuan masa  perberlakuannya. Artinya, kontroversi regulasi daerah yang tak berpihak pada petani Urutsewu dan yang terkesan dipaksakan ini bakal menjadi biang masalah yang memicu pertentangan dalam rentang waktu yang panjang.
Dan oleh karenanya, kami yang tergabung dalam aksi UrutSewu Bersatu, dengan ini menyatakan sikap sbb:

1.       Menyatakan penolakan terhadap Perda RTRW yang jelas-jelas bertentangan dengan kepentingan pertanian, menambah kerentanan kawasan pesisir terhadap ancaman bencana (tsunami, dll) dan bakal berdampak buruk bagi kelestarian kawasan serta mengancam ekologi pesisir yang seharusnya diperuntukkan bagi pengembangan pertanian dan pariwisata rakyat;

2.       Menyatakan penolakan terhadap Perda RTRW yang melegitimasi pemanfaatan kawasan pertanian pesisir Urutsewu sebagai ajang latihan TNI dan ujicoba senjata berat, dengan dalih dan issue-issue kawasan strategis hankam tetapi sekaligus ditumpangi kepentingan korporasi tambang pasirbesi, sebagaimana dimaksud terutama dalam pasal-pasal (35) dan (39) Perda RTRW ini;

3.       Menyatakan perlawanan yang konsisten dan melanjutkan upaya-upaya dengan cara-cara rakyat bagi perjuangan membela dan mempertahankan hak-hak petani Urutsewu, karena terbukti bahwa kepentingan petani ini tak bisa dipercayakan kepada pemerintah dan apalagi DPRD Kebumen yang jelas-jelas mengabaikan aspirasi perjuangan kami selama ini yang telah menelan korban nyawa, darah dan hartabenda.

Demikian pernyataan sikap ini dibuat untuk membuktikan perjuangan konsisten petani dan warga Urutsewu melalui aksi UrutSewu Bersatu dengan tanpa mengabaikan upaya-upaya perjuangan lain bagi kebenaran, keadilan dan kemakmuran bersama sebagaimana dijamin, diamanatkan dan dilindungi konstitusi; demi kemenangan rakyat dan petani Urutsewu di pesisir Kebumen selatan khususnya serta petani Indonesia pada umumnya.

UrutSewu Bersatu, Tolak Kawasan Hankam !!!
UrutSewu Bersatu, Tolak Tambang Pasirbesi !!!
UrutSewu Bersatu, Tolak Perda RTRW Kebumen !!!


Kebumen, 27 Juli 2012

UrutSewu Bersatu
  
WIDODO SUNU NUGROHO
Koordinator Umum   
___
Aksi ini didukung oleh: TAPUK (Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen), LBH Pakhis Kebumen, LPH-YAPHI Solo, LBH Yogyakarta, YLBH-LBH Semarang, STTB (Solidaritas Tolak Tambang Besi) Yogya, FKMA (Forum Komunikasi Masyarakat Agraris) se-Jawa, PPRM Yogya, INDIPT Kebumen, PMII Kebumen, Gampil (Gerakan Masyarakat Sipil) Kebumen, STN (Serikat Tani Nasional), SeTaM (Serikat Tani Merdeka) Kebumen, FPPKS (Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan), dll 

Perjuangan Masih Panjang (?)

Ancaman massarakyat UrutSewu untuk melancarkan aksi pemogokan umum, dengan cara akan memblokir jalan di lokasi batas kota Kebumen timur; telah membikin banyak fihak terutama kepolisian gelisah. Sebelum aksi dilaksanakan, Kapolres menginisiasi pertemuan dengan Bupati Kebumen di malam sebelumnya. Tuntutan petani Urutsewu agar Bupati mencabut ijin usaha tambang pasirbesi di kawasan pertanian pesisir, tak dipenuhi Bupati. Pada aksi paginya, terbukti massa aksi marah dan merusak pagar di pintu gerbang kantor Bupati dan DPRD. 
Sebegitu jauh, tuntutan untuk mencabut pasal-pasal krussial dari Raperda RTRW Kebumen yang melegitimasi pemanfaatan lahan pertanian menjadi kawasan "hankam" sekaligus kawasan pertambangan (pasirbesi); diabaikan dengan berbagai dalih seperti angin lalu. Tak ada satu pun fraksi di DPRD yang secara politis mendukung tuntutan petani Urutsewu. Dan perlawanan petani masih dan akan terus dilancarkan..